Sabtu, 31 Oktober 2009

Jajan Sehat ^_^


cuaca bdg emg lg adem2nya..mkanya cocok bner mkn yg anget2 pdes..mie..wuihh..tp bosen juga klo mkn mie instant mulu..hmmm..sbenernya drmh ibuke udh masak (tumis daging sapi yg iris tipis)..klo jajan ntr yg mkan mkanan drumah siapa..tp tetep hasrat mkn mie ga bs dbendung..dr jauh udh kliatan tuh mas2 tukang mi ayam..ahaaa..(ada lampu nyala di atas kpala)..akhirnya nyamperin tu grobak biru..beli mie tp minus ayamnya..alias beli mie mentahnya doang ama sambel(ga boleh ga ada!),,dpikir2 dagingnya kan ada..sawi ada..ayo qt bantaaaaaaaaaaaaii^.^

gni carane:
didihkan air, rebus mie hingga matang. rebus sawi (bentar aja)
siapkan mangkok(mangkok ayam jago dong!biar kyk jajan bneran hihi)..
campur sdikit garam, 2 sdt minyak wijen, 1 sdm minyak ayam(klo ada),kecap(sesuai slera),air jeruk nipis(sesuai selera)..masukan mie..aduk rata..
yg punya ayam goreng nganggur,tumis daging, or lauk apa kek yg ada drumah bs jd lauk mie rebus ini. lumayan, itung2 jajan sehat n bljar jauh2 dr MSG =p

happy cooking n eating^_^

Bebek Bakar n_n


Hehehehe..bebek deui...maklum lg ada,makanya jd rada norak..=p alhamdulillah ad sodara yg ngasih 3 ekor bebek dlm keadaan sudah di ungkeb..praktis 3 hr berturut2 ini menu drumah bebek wae!(kolesterol eddaan!!)takut kburu ga enak soalnya klo lama2 dkulkas^.^ so hr ptama di goreng..kemaren di oseng..hr ini dibakar deh!!krna udh diungkeb..kita cukup menyiapkan bumbu olesan aja..eh sma siapin sambel tentunyaa!!^.^

Ni resep bumbu olesannya...

5 butir bwg putih
3 butir bwg merah
5 butir kemiri (yg sudah dsangrai)
2 sdm margarin
1/4 sdt chicken powder
10 sdm kecap manis

Cara: Haluskan(ulek) bwg merah, bwg putih, kemiri, chiken powder..lalu tambahkan margarin dan kecap,aduk rata.Siap dgunakan sbgai bumbu olesan bebek ketika dibakar..

oia..ni resep ga saklek..saya menambahkan perasan jeruk purut untuk mdapatkan aroma eksotis pd bebek bkar ini..trus klo suka tambahin aja kecapnya..tetep enak kok..wrnanya jg jd lebih cantik.

Happy Cooking^.^

Siapa Mau Oseng Bebek??^_^


Ini br kesenangan!ada bahan nganggur n udah mati gaya saking bingung mau diapain lg selain di goreng..
punya bebek yg udah *diungkeb??coba deh dioseng aj..bahan tambahannya pke aj yg ad dkulkas....yg pasti ni puedes tenan..cocok bgt buat cuaca dingin gni..hmmm..^.^

Bahan:
3/4 ekor bebek ungkeb,suir
5 buah cabe gendot, iris melintang(bs dganti cabe hijau/rawit,jmlah sesuai slera)
1 buah tomat,potong dadu
1 buah cabe merah iris tipis
1 tangkai daun bawang,iris serong
2 butir bawang putih,geprek
2 gandu kecil gula merah,sisir
1/2 sndok teh merica
garam secukupnya
minyak sayur untuk menumis sckupnya
2 gelas air (400ml)

Cara:
panaskan minyak,tumis bwg putih,cabe merah,cabe gendot,tomat,hingga wangi..masukkan suiran bebek ungkeb, beri garam, merica, gula merah.tambahkan air,didihkan sampai air menyusut..masukkan irisan daun bawang,,yak!jadi deh..oia jgn lupa icip2 udh pas blm rasanya.

halah ieu mah meuni simple pisan..

sok atuh dcobain..bhan utamanya bs dganti sma apa aj..ayam or tempe?boleeeeh!!
happy cooking!!^.^

*diungkeb=drebus+dbumbui dasar hingga habis air rebusannya

--dr FB Oktober 2009

Oleh-oleh dari Yogyakarta


Jumat, 8 mei 2009, di Kereta Ekonomi Kahuripan, Gerbong V, di kursi bernomor 12A, saya terbangun. Oh, sudah sampai di Stasiun Lempuyangan. 6.30 pagi, hari sudah terang. Kaki dan jari jemarinya nampak lebih besar dari biasa, maklumlah, ia tergantung kurang lebih 10 jam.
Lempuyangan, Stasiun terbesar kedua di Yogyakarta setelah Tugu. Khusus melayani pulang pergi kereta ekonomi dan melayani transit beberapa kereta bisnis, sama halnya dengan Stasiun Kiara Condong Bandung. Di stasiun inilah kaki saya pertama kali menapak di Yogyakarta.
Sehabis bersih-bersih seadanya di toilet stasiun, senyum mengembang. Menarik nafas panjang dan mengeluarkannya dengan perasaan nyaman. Hmmm...Stasiun ini jauh lebih bersih dari dugaan saya.
Eit!Tapi tidak!dalam sedetik opini berubah, cooooorrrrrrrrrrrrr!!!suara air kekuningan mengalir deras dari ruang kecil di salah satu gerbong kereta, sukses mengotori area di bawahnya. Terlihat seorang bapak tengah buang hajat di toilet kereta (tentu saja tidak ada septic tank sbg penampung dan air untuk membilas!) Jangan berpikir macam-macam dulu, saya tidak mengintip, setengah jendela toilet kereta terbuka dan saya yang sedang asyik duduk-duduk di pinggir stasiun, otomatis dapat tontonan gratis. Aduh!

Keluar stasiun, isi perut. Nasi soto, sepotong mendoan, dan segelas teh manis hangat di pinggir jalan dekat stasiun sukses membuat perut saya nyaman diajak jalan-jalan. Berjalan beriringan dengan 21 kawan lainnya, kami menuju penginapan. Penginapan Harum I, terletak di perkampungan Sosrokusuman, jalan kecil yang lebih pantas di sebut gang ini tembus ke kawasan terpopuler di Yogyakarta, Malioboro. Harum I merupakan penginapan yang tegolong sangat sederhana sekali, jika di beri bintang laiknya hotel maka bintang kecillah yg paling pantas untuknya. Bagaimana tidak, untuk semalam, perkepala kami hanya harus berkorban rp.15.000, jd lupakan AC, seprei wangi, kamar mandi dengan bath tub, kulkas berisi buah dan lain-lainnya. Ya, di sinilah kami akan tinggal selama di Yogyakarta. Karna kamar yang cukup untuk menampung empat wanita (termasuk saya) masih ditempati tamu lain, untuk sementara kami menempati kamar 1,5 x 2,5 m. Tidak masalah, saat itu tiada yg lebih saya inginkan selain terlentang dan menaikkan kaki ke dinding.
Siangnya, hampir pukul 2, cuaca yogya sangat bersahabat, cocok untuk jalan-jalan. Semua sudah siap ke UGM, silaturahmi ke LPM Fisipol, Sintesa. Selesai mengobrol hingga sore, sehabis ashar, kami bertolak menuju Malioboro. Di luar gerimis. Mini bus entah jurusan apa membawa kami ke Malioboro. Turun bus pas adzan magrib, sebagian kami pulang ke penginapan sebagian yang lain jalan-jalan.

Desahan dari Kamar Sebelah
Penginapan sepi karna sebagian dari kami belum pulang. Bertiga, saya, Dea dan Dita bergantian sholat magrib. Sekembali dari toilet, saya mendapati Dea bermimik aneh, Ia lalu berkata,
“Dari tadi ada suara aneh tau ka...”
Otak saya entah mengapa langsung berpikir penginapan ini berhantu.
“Ada suara cewek nangis, kayak kesakitan gitu..”
Weladalah..maksudnya??Reaksi saya tertahan. Sholat magrib dulu.
Jangan salahkan saya karna mendengar suara desahan itu juga selama sholat. Yahh..Memang jadinya tidak khuyuk juga.
Kami bertiga diam. Berusaha mendengarkan dengan saksama suara aneh tadi. Sok menjadi detektif kami mulai menganalisis,
Pertanyaan 1 : ketika keluar kamar ini apakah lampu kamar sebelah menyala? Tak satupun dari kami memperhatikan.
Pertanyaan 2: Apakah penginapan ini jenis penginapan yang bisa di sewa untuk short time?tiada yang bisa menjawab, tapi bisa jadi.
Setelah berapa lama, kami baru dapat memastikan itu suara tangisan, bukan desahan. Dilanjutkan dengan suara “plak”, dan “sakiiit maas”..berulang-ulang.. “Saya udah jauh-jauh ke sini” lanjut suara wanita. Sedang si Pria tak terdengar suaranya. Pikiran mulai kacau, jika memang terjadi tindakan kriminal di sini, kamilah saksinya. Saya memutuskan keluar kamar, lalu duduk di Ruang tamu. Ida pemilik penginapan di sana. Mencoba basa-basi saya bertanya,
“Buk, yang sebelah ada isinya?”
“Ada” jawabnya singkat.
“oooh..suami istri?”tanya saya lagi.
“Iya, suami istri, yang laki-laki dari Kalimantan, yang perempuan dari Surabaya.”
Tiba-tiba pintu kamar itu di banting. Perkelahian suami istri masih berlanjut ternyata.
“Malu maaas..”terdengar suara si wanita.
“Ah, besok mau saya suruh pindah saja, kalau mau dia perpanjang tidak akan saya terima” reaksi Ida.

Tak disangka, akhirnya pasutri itu keluar kamar dengan kopernya. Ternyata mereka memang mau keluar malam itu juga.

Fiuh..

Tapi syukurlah tidak seburuk dugaan saya, PSK yang sedang melayani klien yang hypersex..huwahahahaha! Dasar otak mesum!Umpat pada diri sendiri. Saya, Dea, dan Dita kembali mentertawai diri sendiri karena sempat berniat mengintip lewat tiga lubang sebesar bata, yang merupakan lubang angin antara kamar kami dan kamar sebelah.

Stressman
Hampir jam 9 malam, semua berkumpul di ruang tamu membahas kegiatan esok. Sedang asyik membahas ini itu di selingi ha ha hi hi, seorang wanita datang mencari Ida pemilik penginapan. Kebetulan yang di cari tidak ada -karna memang sudah berpesan malam ini akan pergi arisan.Si wanita pun berlalu. Tak berapa lama datang seorang pria, perawakan sedang, berkumis, mengaku Ketua RT setempat. Tanpa tedeng aling-aling berkata-kata dengan nada keras yang intinya kami dan pemilik penginapan ini belum lapor dan dapat meresahkan warga. Pak Kumis itu memandang kami seperti kumpulan demonstran yang sedang merencanakan aksi perusakan. Hah.. apa setiap tamu penginapan harus lapor?repot sekali.
Setelah kami berjanji menyampaikannya pada pemilik penginapan, Ia berlalu pergi. Tak lama, Ida pemilik penginapan datang, saya ceritakan kejadian barusan. Intinya saya jelaskan kalau dia sebagai pemilik penginapan harus lapor ke Ketua RT. Karena kurang mengerti dengan kegiatan yang kami kerjakan di Yogyakarta, tepatnya di penginapannya saat itu, Ida pun mengajak saya turut serta ke rumah Sang Ketua RT.
Pintu diketuk sekali, dua kali, setelah ketiga kali baru ada yang menyahut serta merta membuka pintu. Oh, yang keluar adalah wanita yang pertama kali mencari Ida di penginapan. Saya rasa anak atau adik Ketua RT. Ternyata Si RT sudah tidur, saya bingung juga, dalam hitungan menit sosok yang tadi marah-marah sudah pulas dan tidak bisa di ganggu. Ya sudah, tidak perlu banyak penjelasan ternyata.
Sembari berlalu dari rumah itu Ida berkata,
“Dia memang agak ndak waras.” Sambil mengapit tangan saya untuk kembali ke penginapan.


Pemilik Penginapan Itu
Bu Ida, begitu kerap ia disapa. Pemilik sekaligus penjaga penginapan ini usianya cukup lanjut untuk mengelola penginapan sendiri. Ketika enam kamar di penginapan itu penuh terisi oleh tamu, ia menempati sudut kecil berbataskan tirai merah putih mirip bendera Indonesia di temani radio yang kerap mengeluarkan bunyi-bunyian semacam keroncong. Ya, ini dia yang tidak saya temukan di Bandung.
Tiada yang istimewa dari sosoknya. Seperti manusia pada umumnya, ia ramah. Ketika pertama kali datang ia langsung menawarkan air yang sudah tersedia di dalam kulkas. Wah pintar juga, menyewakan kamar sembari berjualan air minum, pasti laku, pikir saya. Tapi perkiraan saya salah, air yang ia sediakan untuk kami ternyata cuma-cuma. Wah baik sekali. Kebetulan persedian air habis, maka sedari malam kedatangan kami pertama kali di sana hingga hari berikutnya saya meminum air Bu Ida. Ketika haus, makan malam, teman sarapan, dan makan siang, air Bu Idalah pelumasnya. Keesokannya saya beser, wajar, saya terlalu banyak minum karna udara Yogya saat itu lumayan gerah. Keuntungan lain, karna banyak minum itu pulalah saya bisa buang air besar. Alhamdulillah, setidaknya perut nyaman ketika di ajak wisata kuliner nanti malam.
Sabtu malam, Ale, salah satu kawan dalam rombongan mengajak menjajal kuliner khas Yogyakarta, Oseng-Oseng Mercon namanya. Tak terbayang sebelumnya, makanan jenis apa ini. Kawan saya sudah mewanti-wanti ini pedas sekali, ditambah promosi yang berapi-api saya tertantang juga. Delman yang ditumpangi delapan orang termasuk kusir itu membawa kami ke penganan kaki lima di jl. KH. Ahmad Dahlan yang kerap ramai di kunjungi pelancong itu. Yak, tujuh porsi oseng-oseng mercon plus nasi dan teh manis tiba di hadapan kami.

Pantas saja diembel-embeli mercon, ada cabe rawit giling kasar berdesakan dengan tetelan (lemak) sapi di sana. Terbayang rasanya akan meledak-ledak di mulut bak mercon. Ditumis dengan nuansa manis pedas. Lalu pedasnya?Sebagai pecinta makanan pedas, alhamdulillah, lidah serta perut saya masih bisa diajak kerjasama. =) Total kerusakan yang harus dibayar rp.10.000, lumayan lah untuk makan malam di daerah wisata. Makanan jatah saya tidak habis, selain perut terasa masih penuh akibat nasi ayam bakar tadi siang. Yang menakutkan saya sungguh bukan pedasnya, tapi ini seperti memakan penyakit. Lemak sapi yang di potong besar-besar bergelimpangan. Minyak yang luruh dari lemak hasil pemanasan membuat saya sedikit enek. Berpesan pada diri sendiri lain kali jika ke sini lagi perut saya harus dalam keadaan super lapar. Agar dapat menandaskan nasi lemak ini.

Sebelum beranjak pergi, setelah membayar si Ibu oseng mercon entah iseng entah sedang survey kecil2an, bertanya kepada saya,
"Pedes gak mbak?"
"Enggak buk"
"Wah, berarti mbak kuat dimadu"
"ha??????"

Sampai di penginapan, Dea, menemukan fakta. Dengan mata kepala sendiri ia menyaksikan Bu Ida mengisi botol2 air minum yang kami pakai dengan air yang keluar dari keran tempat cuci piring. Jadi air yang selama ini saya minum..mentah.
Glek.. Seketika tenggorokan saya kering.

**
Bu De Gudeg

Selesai berkegiatan, pas adzan subuh saya baru tertidur dan bangun minggu paginya, pukul 7.30an. Subuh lewaaaaaaaaat. Mata masih rapat, tapi harus bangun karna hari ini hari terakhir di yogya, karna pukul 2 siang harus sudah ada di terminal Giwangan. Masih malas beranjak dari tempat tidur ketika suara seorang wanita dan ketukannya di pintu kamar kami minta disahuti.
“Mbak, ayo sarapan dulu, Bu De udah kesiangan ini.”
“Nanti aja Buk, saya belum lapar.”
“Iya, tapi di ambil saja dulu nasinya, nanti siang baru dimakan. Bu De mau jalan lagi ni, nanti jam 8an Bu De ambil uangnya.Ya?.”
Weleh weleh..Saya sadar sedang di paksa. Ingin sekali memberi penolakan halus bahwa saya tidak ingin membeli nasi darimu wahai Bu De.
Perkataannya selanjutnya saya iya-iyakan saja, walau tidak membeli nasinya. Akhirnya 19 porsi nasi bungkus dan senampan gorengan ia simpan dengan pesan uangnya titipkan saja ke Bu Ida.
Ini pasti karna hari sebelumnya hampir semua dari kami membeli dagangannya.
Salah seorang kawan bilang, “namanya juga nyari rezeki”.

Ya...Ya..Ya..

Si Penarik Becak

Mandi sekenanya, saya, Dea dan Dita, mencoba menyusuri Yogyakarta. Tujuan pertama adalah sarapan. Pasar Beringharjo tujuan saya, karna di depannya ada rupa2 pecel, bakmi, bacem tempe, tahu, dan penganan pagi lainnya. Nasi pecel ditambah tempe bacem pilihan saya, minumnya es dawet. Terlalu pagi memang untuk minum es tapi udara memang sudah gerah. Dalam sekian menit makanan di atas piring beralas daun pisang tandas. Tidak begitu dengan Dea yang nampak tidak cocok dengan jenis makanan ini, sayuran pecel masih berserakan di piringnya ketika ia menyudahi makanannya. "Sayurnya pahit"selorohnya sambil menunjuk daun pepaya. =)

Tujuan selanjutnya adalah jalan-jalan keliling Yogyakarta dengan becak. Setelah nego harga, dua becak membawa kami. Nampaknya ia tak menangkap maksud kami yang hanya ingin keliling-keliling (bukan belanja!), si bapak tukang becak kerap menurunkan kami ke toko-toko batik dan menawarkan ini itu. bodohnya saya mau saja. tapi karna memang berniat hanya ingin merasakan jalan2 dengan becak. window shoping pun tak selera, tidak seperti yang diharapkan si bapak tukang becak. Di tengah perjalanan seorang kawan mengirim sms untuk segera pulang ke penginapan dan bersiap-siap. hal itulah yg saya jadikan alasan untuk menegaskan ke penarik becak untuk tidak mendrop kami dimana-mana lagi. Dengan enteng si bapak menjawab dengan mimik tidak ramah "Yasudah, saya juga sudah capek."
Dahi saya mengernyit.
Di jalan saya teringat cerita seorang kawan, bahwa siapapun itu, penarik becak, kusir delman, atau supir bus pariwisata, akan mendapat komisi jika mengantarkan wisatawan berbelanja ke toko2 tertentu. Ah, pantas dia kesal. Maklum.
Kami turun tepat di depan Pasar Beringharjo tempat dimana kami berangkat dengan becak tadi. Menyusuri Pedagang Kaki Lima sepanjang Malioboro lebih menyenangkan ketimbang keliling grasa-grusu dengan becak tadi. Alhasil tiga tas kecil dan sebuah gelang kayu murah meriah saya beli, tidak telalu ingin hanya untuk menandakan ini saya beli di yogya. he he..
**

Nasi Padang Vs Sinar Jaya

Sampai di penginapan kami langsung membereskan tas untuk pulang. Saya rasa sudah masuk semua. Sebelum benar-benar pergi saya cek isi kamar sekali lagi, termasuk di bawah tempat tidur. Yang saya temukan hanya debu dan barang-barang yang bukan milik saya. Yasudah, insyaallah tidak ada yang tertinggal. Beriringan kami berjalan menuju shelter Transjogja di Malioboro dengan tujuan terminal Giwangan. Agen bus Sinar Jaya menjanjikan dengan sedikit ancaman bahwa pukul 2.30 siang bus akan berangkat dan tidak akan menunggu penumpang yang terlambat. Pukul 2 tepat kami sampai, dalam keadaan belum makan siang. =( untuk menghindari masuk angin sebagian dari kami keluar area terminal mencari makanan cepat saji. Ah, rumah makan padang di samping terminal pilihan tepat. Tidak ingin repot makan saya mengambil sedikit nasi, telur balado, daun singkong rebus, dan sambel. Ini makan entah marathon, tiada beda rasanya, keringat mengucur dari pori2 muka saking grasa grusu. 10 menit selesai dan kami langsung kembali ke terminal.
Giwangan, pengganti terminal Umbulharjo diklaim mempunyai fasilitas lengkap. Subway, pusat jajanan, ruang tunggu yang nyaman dan bertelevisi, hingga mushola. Fasilitas yang memang seharusnya ada saya rasa. Terminal seluas lima hektar ini sudah beroperasi selama kurang lebih lima tahun. Agak kumuh untuk terminal yang kabarnya menelan biaya puluhan milyar ketika pembangunannya dulu.

Hah..Harapan bus sudah menanti dan siap pergi menguap begitu saja. Pukul 2.30 berlalu..tik tok..tik..tok..3.00...4.00...dan 4.30 si sinar jaya jurusan yogya-jakarta itu baru menampakkan bempernya. Mengumpat dalam hati. Tiket udah bayar mahal, telat dua jam sama sekali gak lucu! Bela-belain makan ampe gak dikunyah!hrrrrrrrr...
ah..indonesia..indonesia..
**

Si Ijo

Di dalam bus. Di kursi nomor 31 saya duduk, tepat di samping jendela. Hari masih lumayan terang untuk sesaat melihat pemandangan di jalan. Lalu hari mulai gelap. Mata berat. Seketika tertidur, entah terbangun dimana, berusaha menatap keluar jendela mencari papan-papan bertuliskan nama jalan, namun hanya gelap yang balik menatap.
Cemilan tidak punya, bosan mengemut madu, akhirnya diam saja. Entah dari mana awalnya, saya teringat Si ijo card holder saya. Rasanya hari ini belum melihat. Ransel biru sarat barang saya angkat dari bawah kaki dan mulai sibuk sendiri mengeluarkan isinya. Yah..saya yakin suara sesuatu jatuh dari tempat tidur semalam itu si ijo dan kini pasti masih teronggok di sana. fiuh..bisa apa?bus sudah jalan ke arah bandung. Merasa ini bukan akhir dunia saya bertanya ke beberapa kawan, siapa tahu ada yang menyimpan nomor telepon penginapan atau nomor ponsel Bu Ida. Nihil. Sekarang baru benar-benar pasrah.
Gara-gara si ijo sepanjang jalan tidak pulas tidur. Tertidur sebentar, ketika bangun ingat si ijo. Begitu berkali-kali. ah..betapa saya sangat menyayanginya. Terbayang saya harus mengurus ini itu untuk membuat kembali kartu2 di dalamnya. eit, bukan hanya karna ada KTP dan kartu ATM di dalam sana, tapi kumpulan sticker (poin) dari supermarket yang saya kumpul satu persatu sejak tengah tahun lalu. Tinggal 15 poin lagi untuk mencapai 70 poin. 1 poin di tebus dengan pembelanjaan rp.10.000 tidak belaku kelipatan, dapat ekstra poin per rp 50.000. Jadi jika belanja rp 200.000 pun yang saya dapat cuma 4 poin. bayangkan lamanya saudara-saudara. Sungguh hadiahnya tidak seberapa cuma tas belanja seharga rp 10.000, tapi bukan itu tujuan saya. Poin itu saya dapat jika belanja dan tidak menggunakan plastik. Salah satu benda musuh saya. Jadi membawa tas belanja sendiri atau kardus yang dsediakan supermarket menjadi pilihan saya. Go green my preeeeen..heheh..
Nah, jika 70 poin itu berhasil saya tukar, kepuasan batin yang saya dapat..hah..lenyap sudah..
Pukul 3.30 dini hari sampai di gerbang tol Cileunyi, tempat rombongan kami turun. Mas Dhani masih dalam perjalanan menjemput untuk kemudian mengantar saya sampai ke rumah. Untungnya beberapa kawan masih di sana hingga Mas saya datang. Terkantuk-kantuk di jalan. Beberapa kali tertidur dan diselingi beberapa mimpi pendek. Satu jam kurang sampai juga di rumah. Kasur tujuan utama saya.
Senin sore, 11 Mei 2008.. Nyawa dan kesadaran sudah lengkap terkumpul. Badan segar karna sudah tidur dua ronde. Lagi-lagi ingat si ijo. Tapi kali ini sudah bisa berpikir jernih.Nyatanya waktu tidak bisa di putar. Saya harus bisa menerima kenyataan bahwa si ijo bukan milik saya lagi. Anggap saja ia sengaja di ambil Tuhan dan saya sedang menebus dosa atas kesalahan di dunia. amin=)
Seperti yang Mas dhani bilang saya mesti belajar. Ini saya artikan macam-macam. Belajar mengurangi penyakit pelupa, teledor, dan sebangsanya. Belajar untuk realistis dan tidak memikirkan hal remeh temeh. Belajar untuk reflek mencari solusi bukan terus mengorek mengapa suatu kemalangan harus terjadi. Dan kali ini entah mengapa mudah sekali dipraktekkan. Toh atm card bisa di blokir, KTP tinggal urus lagi. Lupakan saja kartu-kartu belanja, tidak terlalu penting.
Masalah seberat apapun kalo ga dijadiin beban bakalan lebih mudah menyelesaikannya..
Senangnya masih bisa senyum-senyum begini..=)
Masih banyak yang bisa disyukuri kawan..
ah...pengalaman bersama kawan2 ke yogyakarta kemarin sungguh mengesankan..^.^
**
---dari FB mei 2009

Cempedak..oh Cempedak..


Hidung sebenarnya masih mampat, namun ketika memasuki pintu sebuah supermarket bau durian mendesak di sela2 penciuman. Saya hampiri sumber bau dan benar saja sebuah durian montong terbelah disana. Tapi bukan, bau ini saya kenal tapi bukan durian!! Beberapa langkah menuju tempat yang diperkirakan sumber bau..nah ini dia!Cempedak!!

Membaui cempedak serasa menguak lagi memori lama. Belasan tahun lalu di Tenggarong KuKar sana, saya dan beberapa teman kecil melahap rakus buah ini. Tak perlu kami beli, hutan kecil di sebelah kuburan dekat rumah kami menyediakannya, matang di pohon pula, walau sedikit "kopek" bekas dicicip kelelawar. Namanya anak2, mana kami peduli! Dan bukan hanya cempedak, ada rambai, langsat, bahkan durian.

Back to the fruit of the day!

Cempedak adalah buah yang berbentuk mirip nangka namun dengan ukuran yg lebih ramping dan kecil. Di tanah Kalimantan sana buah ini melimpah ruah di musimnya. Berbeda dengan cempedak yg saya beli dari supermarket yang isinya berwarna putih pucat (saya rasa karna dipanen sebelum waktunya) dan bertekstur halus seperti sirsak, cempedak dari kalimantan lebih kekuningan dan "firm". Rasa manisnya pas, tidak terlalu "nyelekit". Yang pasti aromanya khas dan bisa membaui seluruh rumah jika lama dibiarkan. Jadi, segera "habisi" saja.
Selain bisa dimakan langsung, bisa juga di goreng dengan adonan tepung (seperti adonan tepung pisang goreng), tentu saja setelah memisahkan cempedak dengan kulit dan bijinya. Jangan buang jarami/kulitnya, karna bagian ini jg bisa di goreng setelah direndam larutan garam semalaman. Yang ini dimakan sebagai lauk nasi. Hati-hati ini asinnn!tapi memang begitulah orang tua kami dlu mengolahnya. Pantas saja harus dengan nasi.


mbah jambrong mencak mencak
eh dia muter ksna ksini
cempedak..oh cempedak..
aromamu syerrr..bikin ngangeni..
hihi^.^

(agak maksa ya..hehe =p)

---dr FB,Maret 2009

Galendo, Tahinya Minyak Kelapa

Minggu malam lalu saya iseng mampir ke rumah nenek
niat hati hanya ingin bermain dengan sepupu yg sedang lucu2nya tapi ternyata kaki membawa saya terus menuju dapur.
Semangkuk galendo teronggok disana.

Nenek saya, yang di dapurnya masih tersedia "hawu" - sebutan tungku tempat memasak bagi orang sunda-ternyata baru selesai membuat minyak kelapa.
Wah tepat sekali!
Ini yang sudah lama saya tunggu, bukan menunggu si minyak kelapa tapi tahinya, galendo! Kalap, saya tabur di atas nasi ngepul-ngepul. Saya campur, dan mulai memfokuskan seluruh indera perasa saya.
Gurih agak manis tercecap. Hmmm.. Kata nenek mestinya ditambah garam sedikit, tapi tidak saya lakukan sekadar ingin tahu rasa aslinya.

Saya pernah mencicip makanan ini,tapi dulu sekali,saking lamanya sampai lupa rasanya.Semakin penasaran karna setiap melewati trotoar yang sempit oleh PKL menuju Pasar Baru Bandung, satu-satunya penjual galendo di sana selalu saya lewati begitu saja. Terngiang pesan Ibu , "Hati-hati, iya kalo ga dcampur pake yang lain2!" Saya manut saja dan mengalihkan pandangan dari tumpukan galendo yang sudah dibentuk kotak2 seperti terasi. Saya pikir Ibu ada benarnya,harus hati-hati bisa jadi yang dijual dipinggir jalan itu sudah tidak asli lagi karna dicampur dengan macam-macam bahan agar kuantitasnya bertambah. Harapan satu-satunya berharap dalam waktu dekat nenek membuat minyak kelapa dengan begitu saya bisa merasai lagi si galendo-yang asli.

Galendo adalah ampas minyak kelapa. Kira-kira dari rebusan santan lima butir kelapa akan menghasilkan 3/4 botol (sirup) minyak kelapa dan galendo, si tahi alias ampas yang mengendap di dasar wajan, hanya jadi semangkuk ayam jago itupun tidak penuh. Jika asli, kemungkinan harganya tidak murah.

Galendo adalah salah satu makanan tradisional Ciamis. Cara penyajiannya macam-macam. Orang-orang tua dulu memakan galendo dengan cara saya tadi, dengan nasi hangat ditambah sedikit garam. Cara lain dengan di buat sambal galendo. Sedikit kencur, bawang putih, garam, cabe rawit, dan galendo di ulek rata. Sajikan dengan lalapan khas sunda.

Kini galendo telah tersedia di berbagai supermarket dengan berbagai macam rasa, misalnya coklat, strawberry, dll. Seperti halnya dodol garut, penambahan variasi rasa galendo dimaksudkan untuk menaikkan kelas dan menjangkau berbagai kalangan konsumen, dengan kemasan yang ciamik diharapkan makanan ini tidak hanya dikonsumsi oleh penyuka makanan tradisional saja. Galendo yang ini bisa langsung dimakan begitu saja laiknya camilan pada umumnya.

Jadi penasaran bagaimana ya rasanya galendo rasa strawberry?Yang pasti galendo yang ini tidak bisa saya buat sambal^.^

----(dr FB, pebruari 2009)

alhamdulillah..

horeee..bikin blog jg akhirnya!hahaaay..^_^